Karang Taruna Gunungkidul ikuti Pelatihan Tata Nilai Keistimewaan Yogyakarta

 



Kegiatan ini dilaksanakan pada, Rabu/ 13 Juni 2024 di Hotel Alana Malioboro. Dalam pelatihan tersebut diikuti oleh 20 perwakilan dari Karang Taruna Kabupaten Gunungkidul baik dari unsur pengurus maupun perwakilan dari Karang Taruna Kapanewon.

Dalam pelatihan  tersebut didiskusikan terkait dengan  kebudayaan yang ada dimasyarakat yang terus diupayakan untuk dilestarikan sebagai warisan leluhur. Dalam hal ini dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan keistimewaan D.I. Yogyakarta. Mulai dari Penetapan Gubernur & Wagub, Penghargaan Kraton dan Pakualaman, Aspek Kebudayaan, Aspek Pertanahan, Aspek Tata Ruang.


Ada nilai adiluhur yang layak bahkan wajib dilestarikan diantaranya :  toleransi, tenggangrasa, musyawarah, gotong royong, solidaritas dijelaskan pula output dari pelatihan adalah, tulisan 2 lembar (500 kata) definisi keistimewaan Yogyakarta yang akan dibukukan bersama Karang Taruna se-DIY.



“Apa yang bisa dilakukan Karang Taruna mengenai perubahan perilaku yang terjadi di Gunungkidul (contoh: tugu Tobong Gamping). Teman-teman  Karang Taruna perlu mengangkat cerita-cerita yang ada di Kecamatan masing-masing untuk ditulis. Budaya adalah kebiasaan yang terbentuk dari cipta, rasa, dan karsa. Budaya yang berdampak positif adalah produk yang mampu menjawab tantangan jaman. Contoh: budaya menjaga lingkungan berkaitan dengan masalah pengelolaan sampah. Dari pelatihan ini teman-teman Karang Taruna diminta untuk membuat sebuah narasi cerita yang nanti akan menjadi bahan diskusi”. Mbah Gun Karang Taruna DIY.

Diskusi sangat hidup, beberapa teman-teman pengurus Karang Taruna Gunungkidul mengemukakan gagasannya :  “Dulu Gunungkidul terkenal sulit air. Komunitas mempunyai ide menanam pohon beringin. Kepedulian ini didukung dengan potensi lokal kelompok Jathilan dan gedrug, yang sangat popular di Nglipar dari anak hingga dewasa. Kemudian saat ada moment acara  sering diarahkan ke sendang agar Masyarakat peduli dengan air”. Ida Ayu (Nglipar).

Berbeda dengan cerita wilayah lain, yaitu di Tepus. “Air menjadi barang yang mahal di musim kemarau ini, orang Tepus sering diejek tidak pernah mandi karena kesulitan air. Namun ada cerita menarik Masyarakat Tepus  merupakan pelarian dari Majapahit sehingga memiliki Bahasa unik yang lebih mirip dari daerah Surabaya. Ada destinasi wisata edukasi untuk belajar Bahasa Tepus”. Turis (Tepus).

“Sudut pandang lain, disampaikan tentang budaya Rasul di Gubug Gede Ngalang Gedangsari, event tahunan yang menurut Sejarah ada rangkaian acara yang harus dilakukan. Namun mengalami perubahan karena kebijakan, terdapat perubahan arus jalan baru yang berdampak mengubah rute tradisi rasulan, pernah terjadi kecelakaan dengan adanya jalan baru”. terang Eko (Ngalang, Gedangsari)

“Cerita Cingcing Guling, Cing Cing Goling terinspirasi dari kisah pelarian prajurit Majapahit pyang dipimpin oleh Wisang Sanjaya dan Yudopati yang terjadi sekitar abad ke-15. Mereka melarikan dari Kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan tiba di sebuah tempat yang saat ini bernama Desa Gedangrejo Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Kesempatan ini, 27 Juni dilaksanakan upacara adat Cingcing Guling. Dari prosesi  ini memiliki makna  solidaritas, handarbeni, dan sukarela”. Bayu Waskito (Gedangrejo)

“Kepek mempunyai telaga yang dahulu bening sekarang menjadi tercemar, butuh kepedulian untuk menjaga dan memulihkan kembali, di Kepek terdapat beberapa kata yang dianggap unik, terdapat tempat yang Bernama Telaga Sawah yang mengering dan saat ini dinamakan Telaga Sunyi. Gaplek, Ngusungi jagung, ada beberapa kelompok yang hampir setiap panen atau melakukan kegiatan secara bebarengan dan waktunya menghitung menurut pasaran Jawa sehingga menjadi kebiasaan. Kelurahan Kepek Mempunyai 6 dusun, 2 dusun terbelah bukit”. Mulyatno (Kepek, Saptosari)

“Terdapat fenomena unik di Beji kalau banjir ada sebuah candi yang muncul, tetapi kalau tidak banjir tidak ada apa2nya. Tradisi larungan oya yang tidak dilakukan dikhawatirkan penunggunya akan mendatangi rumah warga”. Ali (Patuk)

“Rute Gerilya Jend. Sudirman merupakan sesuatu yang popular di Semanu. Pantangan manten, tinggal di desa Candirejo tetapi belum menemukan Candi di Desa Candirejo. Tradisi reog di Semanu barongan hanya berupa kain hitam yang dilukis berbeda dengan yang ada di Ponorogo”. Panji Bayu (Semanu)

“Rata2 di gunungkidul terdapat Rasul sehingga Rasulan mempunyai kekuatan tertinggi karena menjadi prioritas kegiatan di Gunungkidul tanpa peduli seberapa biaya yang harus dikeluarkan, bahkan keramaian budaya ini melebihi lebaran. Petani mulai hilang karena generasi yang tidak mau melanjutkan. Membajak sawah menggunakan tenaga manusia merupakan tradisi yang ada di Gunungkidul yang sekarang sudah tidak pernah ditemui”. Purwanto (Paliyan)

“Baru saja dilakukan reorganisasi yang menyinggung mengenai kebudayaan, kelurahan Petir yang berada disebelah sudah menjadi Desa Wisata Petir. Petilasan Mbah Jobeh yang konon Raja Majapahit mengunjungi tempat – tempat. Karang Taruna Desa Petir bisa menjadi contoh yang bisa memperkenalan Kebudayaan melalui program live in. Dinas Kebudayaan sebaiknya memfasilitasi supaya income melalui budaya merata sehingga tidak tersentral di kota”. Ayu Kusmawati (Semugih, Rongkop)

“Jika ingin menulis tidak sekedar bercerita tetapi perlu dicari latar dan sebab cerita. Terdapat makna keuntungan non ekonomis. Perbedaan Bahasa yang muncul di Masyarakat Gunungkidul menjadi keunikan tersendiri. Rasulan menjadi prioritas oleh Masyarakat Gunungkidul. Destinasi wisata yang mengandalkan alam tanpa mengaitkan Sejarah dan religi kemungkinan pengunjung hanya datang satu kali sehingga perlu ada inovasi berkala paling tidak 3 bulan sekali”. Pak Sus

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.